Edisi Kangen GC

Jujur. Aku kangen. Iya kangen sama GC, Gama Cendekia. Kangen sama semuanya. Kangen sama kakak-kakak kadept dan temen temen semua (terutama GC09 sampai GC13, soalnya kalau GC14 GC15 dan GC sebelumnya ga begitu tahu). Gak Cuma sama orang-orangnya, tapi aku kangen sama kegiatan-kegiatan GC (walaupun dulu dianggap kok kegiatan GC kaya gini aja ya?)

Tapi oke, pada suatu titik, aku kangen kalian. Kangeeeeen.
Rasanya pengen balik dimasa-masa itu lagi, main-main bareng kalian.
Lah, sekarang emang gak bisa?
Sebenernya bisa, tapi menurutku beda. Udah beda.
Harusnya bisa, tapi aku yang membuatnya tak bisa.
Jujur kadang aku nyesel, tapi kadang aku bersyukur, dan aku tersenyum`.

Entah aku pengen cerita. Jadi, dulu di kepengurusan terakhir GC kemarin, aku sempet ditawari sebagai Kepala Departemen Penelitian. Kepala Departemen Penelitian, GC, Gama Cendekia, UKM, tingkat Universitas, UGM lagi. Udah UKMnya bergerak di bidang penelitian terus aku ditawari sebagai kadept di penelitiannya juga. Kece gak tuh? Kece dong.

Terus?

Jujur, waktu itu aku galau. Disatu sisi aku pengen. Di sisi yang lain aku ragu.
Pengen, iyalah aku pengen, engga munafik kan posisi itu bisa merubah CV kita dalam sekejap. Terus orang yang ngeliat juga bisa bilang, “Wah lily keren jadi kadept Penelitian GC!”.

APAKAH SEPERTI ITU???

Itu dari satu sudut pandang, kalau bisa dibilang enaknya aja.
Jujur lagi (karena lagi jujur-jujuran ceritanya). Aku memang tertarik dengan penelitian. Dan GC telah memfasilitasi dengan baik, termasuk menawariku menjadi seorang kepala departemen. Tapi waktu itu aku masih belum tahu kemana arah jalanku.

Aku masih bertanya. Apakah GC itu jalanku? Aku masih bertanya seperti itu. Kenapa? Entah, aku aku sering ngobrol bareng sama senior-seniorku. GC sekarang udah beda dengan GC “dulu”. GC sekarang kebanyakan event, dan kegiatan, sedangkan penelitiannya sendiri kurang. Aku juga beranggapan hal yang sama. Secara aku bukan orang yang suka organisasi, suka ngadain event, jadi panitia. Itu menjadi pertimbanganku. Itu satu.

Kedua, lagi-lagi senior-seniorku. Kata mereka, seniorku muda katakalah, senior-senior GC itu hebat-hebat. Penelitian mereka bisa sampai ikut ke ajang kompetisi internasional. Dan memang seperti itu. Mereka hebat. Dan yang jadi kadept-kadept di GC pun orang-orang hebat.

Sementara aku? Aku mah apa atuh!

Itu. Pernah aku ngobrol-ngobrol dulu sama seniorku juga, seenggaknya kalau jadi kadept di GC itu harus punya prestasi nasional minimal 3 lah atau internasional 1. Lah aku, aku baru ngantongi nasional 1. Itu pun atas dasar keberuntungan masa lalu. Setelah galau beberapa hari mikirin keputusan itu, akhirnya aku putuskan untuk menolak. Maaf Ridwan, Ella, Kak Dicky, dan pihak-pihak lain yang terus membujukku agar mau jadi kadept penelitian. Maafkan aku, yang waktu itu tidak mau, dan sekarang kadang nyesel. Tapi engga seperti itu selalu, aku bersyukur juga atas pilihanku.

Jadi gini. Aku punya alasan buat menolak jabatan itu. Kalau mau egois, aku pasti mau, terkait keinginan, CV, kekerenan, dan keke yang lain. Tapi, aku waktu itu berfikir. Siapa aku? Apa yang aku inginkan waktu itu? Apa aku nyaman di GC. Aku nyaman di GC, tapi aku engga bisa terlibat terus dalam setiap event, kepanitiaan. Entah aku gasuka. Dan GC semakin kesini semakin berbau seperti itu. Dan aku engga bisa untuk seperti itu. Idealisku di GC sudah berbeda.

Kedua, yang paling penting. Kompetensiku belum cukup. Yah walaupun itu bukan kompetensi standar formal yang diterapkan untuk jadi seorang kadept di GC. Itu hanya kompetensi obrolanku dengan para senior dan aku menyetujuinya. Bodoh. Iya bodoh. Membuat kompetensi standar cuma dari hasil obrolan ringan. Engga, tapi itu benar. Kompetensiku belum ada. Aku merasa aku belum layak menjadi seorang kepala depertemen, di GC, penelitian, dan UGM lagi. Aku belum punya kompetensi yang mumpuni.

Walaupun kata mereka kamu yang dicari, tapi bukan. Aku yakin masih ada orang-orang hebat disana yang tak terlihat dimana.

Aku selalu berpegang nasehat seniorku, ketika seseorang tidak punya kompetensi dan dia mempunyai kekuasaan atau jabatan atas kompetensi yang tidak dia miliki, terus apa yang akan terjadi? Silakan jawab sendiri.

Dan pada akhirnya aku mundur. Dan pada akhirnya aku menyesal, tapi aku tersenyum. Aku berani ngusir egoku. Aku berani menyadari kemampuanku.

Dan, aku mengucapkan banyak terima kasih buat kadeptku, Kak Wisnu GC11. Nasehat yang udah hampir setahun yang lalu, tapi aku masih sering teringat akan hal itu, semoga terus begitu.


"Kamu bisa contoh pejabat negara jepang atau korsel. Jika memang mereka sudah merasa tidak sanggup lagi atau tidak sesuai dengan idealis mereka, mereka mengundurkan diri. di Indonesia orang seperti itu minoritas, makanya banyak orang yang ingin menjabat sebuah jabatan padahal mereka tidak memiliki kompetensi yang ingin mereka jabati."


Segini dulu edisi kangen GC nya :)

Comments