Skenario Allah itu memang selalu seru. Begitu menurutku. Skenario yang Allah beri pasti yang terbaik. Termasuk pertemuan dengan orang-orang dalam kehidupan kita. Entah kamu, dia atau mereka. Setiap dari mereka punya makna, dan makna itulah yang harus diambil pelajarannya.
Begitulah, aku kembali bercerita tentang semester enamku yang agak kacau. Dimana aku mulai jenuh dengan kuliahku, dan aku lagi-lagi masih mencari jati diriku. Beberapa kegaitan yang menurutku membuatku nyaman aku ikuti. Dan, baiknya aku menikmatinya. Aku menemukan hal-hal yang berbeda. Dulu aku hanya fokus pada hidupku. Fokus pada kegiatan akademik atau hal-hal yang menjadi tanggung jawabku.
Di semester enamku, aku sedikit meninggalkan mereka. Aku mencari dunia baru. Dan aku menikmatinya. Aku mencoba menyelami bidang-bidang yang sedari dulu hanya sebatas inginku. Aku masuk ke dalamnya. Dan aku menikmatinya.
Menjadi seorang relawan kanker anak, belajar menjadi relawan bencana, mengunjungi panti asuhan anak berkebutuhan khusus, ikut sounding thalasemia. Kegiatan-kegiatan semacam itu. Lama aku tak menemukan kecerian, dan kini aku menemukannya. Aku menikmatinya.
Tetapi, ketika ditanya tujuan hidupku nanti akan kemana, maka aku tambah bingung memikirkannya. Awalnya aku yang jenuh dengan kuliahku dan menkmati kehidupan baruku, aku tak yakin melanjutkan mimpi awalku dulu. Menjadi seorang ilmuwan. Rasa pesimis itu kembali menyelimuti pemikiranku. Tentang tujuan hidupku yang terlalu mengada-ada.
Tetapi, sudah ku kata skenario Allah itu yang terbaik. Di penghujung semester enamku, Allah mengirimkan seseorang untuk bertemu. Kakak itu. Yang awalnya aku tertarik dengan gelang yang di pakainya, setelah tau orangnya ternyata dia penelitiannya tentang alat terapi kanker dengan radiasi.
Antara seneng, terkejut, kaget. Udah aku engga ngerti lagi perasaanku kaya gimana. Allah mempertemukanku dengan orangnya terlalu cepat kalau ku kata. Aku belum siap apa apa.
(Jadi aku pernah beimajinasi bertemu dengan peneliti terapi kanker gitu juga, yang dianya pake radiasin juga. Terus nanti aku ikut terjun di dalamnya, tapi aku pake ilmuku, aku lebih ke arah immunologinya.Terus berharap menemukan jodohku juga dari sana yang terjun di bidang yang sama, kan asyik kayanya :| Terus nanti kita berhasil menemukannya, terus kita bisa menolong orang banyak, terus kan ga banyak yang meninggal terlalu cepat. terus kita dapet hadiah noble dari penemuan kita, dan kita sama sama orang Indonesia.terus kita seneng).
Begitulah imajinasiku, yang sempet aku kubur dalam dalam sebelumnya,
Tapi, aku kata apa, Allah mempertemukanku dengan kakak itu. Gak tau kenapa,semangatku yang sempat luntur tumbuh lagi karenanya. Ketika kakaknya aja bisa, kenapa aku engga? Mungkin kakaknya udah berada di jalurnya, sedangkan aku belum dan masih harus mencari "jalurku" yang sebenarnya. Masih banyak perjuangan yang harus aku perjuangkan. Dan aku harus semangat karenanya. Gak boleh putus asa. Aku boleh menjadi relawan, tetapi ketika aku bisa berbuat lebih kenapa engga?
Allah udah jelas-jelas mengingatkanku dengan dipertemukan oleh kakaknya. Dan sadar atau engga aku telah ditegur karenanya.
Terimakasih Allah, terimakasih buat kamu, terimakasih telah datang..
Terimakasih telah diingatkan untuk kembali ke jalurku yang sebelumnya.
Begitulah, aku kembali bercerita tentang semester enamku yang agak kacau. Dimana aku mulai jenuh dengan kuliahku, dan aku lagi-lagi masih mencari jati diriku. Beberapa kegaitan yang menurutku membuatku nyaman aku ikuti. Dan, baiknya aku menikmatinya. Aku menemukan hal-hal yang berbeda. Dulu aku hanya fokus pada hidupku. Fokus pada kegiatan akademik atau hal-hal yang menjadi tanggung jawabku.
Di semester enamku, aku sedikit meninggalkan mereka. Aku mencari dunia baru. Dan aku menikmatinya. Aku mencoba menyelami bidang-bidang yang sedari dulu hanya sebatas inginku. Aku masuk ke dalamnya. Dan aku menikmatinya.
Menjadi seorang relawan kanker anak, belajar menjadi relawan bencana, mengunjungi panti asuhan anak berkebutuhan khusus, ikut sounding thalasemia. Kegiatan-kegiatan semacam itu. Lama aku tak menemukan kecerian, dan kini aku menemukannya. Aku menikmatinya.
Tetapi, ketika ditanya tujuan hidupku nanti akan kemana, maka aku tambah bingung memikirkannya. Awalnya aku yang jenuh dengan kuliahku dan menkmati kehidupan baruku, aku tak yakin melanjutkan mimpi awalku dulu. Menjadi seorang ilmuwan. Rasa pesimis itu kembali menyelimuti pemikiranku. Tentang tujuan hidupku yang terlalu mengada-ada.
Tetapi, sudah ku kata skenario Allah itu yang terbaik. Di penghujung semester enamku, Allah mengirimkan seseorang untuk bertemu. Kakak itu. Yang awalnya aku tertarik dengan gelang yang di pakainya, setelah tau orangnya ternyata dia penelitiannya tentang alat terapi kanker dengan radiasi.
Antara seneng, terkejut, kaget. Udah aku engga ngerti lagi perasaanku kaya gimana. Allah mempertemukanku dengan orangnya terlalu cepat kalau ku kata. Aku belum siap apa apa.
(Jadi aku pernah beimajinasi bertemu dengan peneliti terapi kanker gitu juga, yang dianya pake radiasin juga. Terus nanti aku ikut terjun di dalamnya, tapi aku pake ilmuku, aku lebih ke arah immunologinya.
Begitulah imajinasiku, yang sempet aku kubur dalam dalam sebelumnya,
Tapi, aku kata apa, Allah mempertemukanku dengan kakak itu. Gak tau kenapa,semangatku yang sempat luntur tumbuh lagi karenanya. Ketika kakaknya aja bisa, kenapa aku engga? Mungkin kakaknya udah berada di jalurnya, sedangkan aku belum dan masih harus mencari "jalurku" yang sebenarnya. Masih banyak perjuangan yang harus aku perjuangkan. Dan aku harus semangat karenanya. Gak boleh putus asa. Aku boleh menjadi relawan, tetapi ketika aku bisa berbuat lebih kenapa engga?
Allah udah jelas-jelas mengingatkanku dengan dipertemukan oleh kakaknya. Dan sadar atau engga aku telah ditegur karenanya.
Terimakasih Allah, terimakasih buat kamu, terimakasih telah datang..
Terimakasih telah diingatkan untuk kembali ke jalurku yang sebelumnya.
Comments
Post a Comment