Jadi gini rasanya menerjang hutan..
Well.. bangun pagi-pagi, badan pegel pegel. Sebenernya pegelnya udah dari semalem sih, ga bisa tidur. Hiks.
Abaikan badan pegelnya, banyak cerita menarik di dalamnya.
Awalnya, aku juga gak begitu paham kenapa bisa sampai masuk ke kepanitiaan ini. Atas dasar kemanusiaan. Jujur itu aja, aku cuma pengen bantu, nolong orang dengan apa yang bisa aku lakukan. Terutama para korban bencana alam. (Aku pernah merasakan gimana rasanya menjadi korban pengungsian selama lebih dari sebulan, nah makanya aku pengen balas budi, pengen bantu mereka lainnya yang lagi kesusahan juga,*tapi ga masuk lapangan juga : ga sanggup, yang ada bukannya nolong korban malah aku yang jadi korban, daaaan.. aku yang merepotkan. Jangan sampai !)
Terus kenapa aku bisa ikut survey? Well, secara aku anak acara di kepanitiaan ini (Namanya LATGABSAR UKM UGM). Jadi mau ga mau aku harus tau medan lapangan kaya gimana. Terus diputuskan hari kemarin, (Jumat, 29 Mei 2015) untuk di lakukan survei kedua. (Survei pertama aku gak ikut soalnya aku praktikum waktu penentuan survei itu, jadi ikut deh yang survei kedua). Yang ikut survei kedua ini ada 10 orang. 8 anak MAPAGAMA UGM, 1 anak MENWA (Koor acaraku) dan yang satunya aku (Anak GC). Sebagai anak GC (Gama Cendekia) main survey bareng anak MAPAGAMA dan MENWA itu sebagai sesuatu hal yang baru. Bisa dikatakan bakal jadi pengalaman yang seru (memang begini adanya). Secara GC kan kalau ngadain acara yah, hanya sebatas seputar penelitian, diskusi, inovasi, dan lain-lain. Jarang-jarang yang sampai menembus hutan kaya gini.
Jadi kita bersepuluh, dibagi menjadi 3 tim. Tiap tim ada 3 orang dan 1 orang, Kak Banu, Seniornya MAPAGAMA menjadi koordinator di post awal (Seingetku mereka menyebutnya SNC di HT, *entahlah aku gak begitu inget, padahal dari Kak Rizal ke HT diulang-ulang). 3 tim itu, ada SRU 1 (aku, kak Rizal sama Mattau), SRU 2 ( Kak Halimi, Mba Ika, kak Hanif) dan SRU 3 ( kurang tau namanya, tapi mereka anak MAPAGAMA semua).
Sebelum masuk kesitu, waktu prosesi pemberangkatannya nih, jadi kami sebelum mau berangkat, ada semacam prosei gitu. Yang isinya, cek perlengkapan (lengkap banget deh yang dilist mereka, beneran udah kaya SAR yang siap nolong korban aja (dan aku korbannya, dalam hati, dan memang begitu adanya). Selanjutnya di bagi nih yang naik motornya sama siapa aja, aku kebagian sama Kak Rizal. Setelah itu upacara ditutup dengan doa dan apa ya namanya, buat lingkaran terus tangannya saling tumpuk itu lohh.. *entahlah dulu aku pernah tau. Terus kita metting point pertama di SPBU Monjali dan dilanjutkan di Desa Terakhir Turgo. Dari awal aja aku udah ngeri sama anak-anak MAPAGAMA. Kereeen deh pokoknya.
Oh iya, kita rencana berangkat jam 11, tapi gegara ngaret (termasuk aku kumpul laporan dulu) kita berangkat abis jumatan (yang cowok biar solat dulu, kebetulan aku sama Mba Ika lagi ga solat, jadi setelah solat jumat usai kita langsung berangkat). Sampai di Post 1 (desa terakhir itu) jam 2 kurang 10. Terus Kak Rizal dan Kak Banu cek HT dulu. Sementara yang lain, duduk-duduk aja. Terus sekitar jam 3 kurang seperempat, kami naik ke post 1 dari rumah Pak RT. Kami dijelaskan tentang peta mapping sekilas sama Kak Banu (dan aku tetep aja engga mudeng, gimana cara bacanya). Terus dibagi deh tim-tim yang 3 kelompok tadi. Awalnya, aku masuk ke SRU 2, tapi terus di pindah ke SRU 1 gantian sama Mba Ika.
Jam 3 kurang 5 menit kami berangkat naik ke lokasi korban. Oh iya, masing-masing kelompok berbekal GPS, HT, Kompas, Peta Kontur dan protektor individu. Aku gak bawa apa-apa. (I hope you know me. After do MIKTAN report from night until noon, I don’t have many time. I don’t think to borrow this equipment, so I just come and join, “APA ADANYA”. Included my shoes that almost make me fall to ravine. Please don’t follow me if you want life more. Yesterday, I can back safe is a miracle from my God. Just say Alhamdulillah).
Oke. Petualangan dimulai. Awalnya SRU 1 and SRU 2 pergi ke titik lost point bersama. Tapi di tengah jalan kami berpisah sesuai rute masing-masing. Kita lurus dan SRU 2 belok ke kanan. Stelah beberapa meter berpisah, Kak Rizal dengan bantuan GPS nya menyuruh kami untuk belok dan memotong jalan. Jadi kami naik ke ladang penduduk. Nain-naik dan naik terus lama-lama kita sudah sampai di tengah semak belukar. (Aku melupakan phobia sama ulat). Awalnya sih aku seneng-seneng aja, toh menerjang semak, jelajah mini itu udah kegemaranku waktu kecil (seperti aku sekarang, dulu juga aku tanpa perlengkapan memadai, just a stick for help walk, sampai pernah papasan sama ular, dan kami dulu hanya diam, terus berbalik arah beriringan *kangen masa kecil). Nah setelah sekian lama kita menerjang semak belukar, akhirnya kita sampai di tempat cek point 1, jaraknya sekitar 40 meter. Tapi ada kendala nih, disana tuh ada jurang yang cukup terjal dan ga memungkinkan kita untuk menerjang. Terus sama Kak Banu kita disuruh mencari jalan yang agak baik, dengan sedikit memutar rute.
Setelah beberapa kali menerjang semak belukar lagi, kami menemukan jalan turun yang lumayan buat turun ke jurang. Dan kami turun ke jurang. Dari jurang yang kita lewati, kita menemukan semacam bukit gitu. Well, kita dipaksa naik. Oke, naik-naik aja pikirku. Satu kali dua kali terpeleset dan jatuh, ah udah biasa. Celanaku yang coklat krem muda udah mulai punya motif sendiri masa bodohlah ya. Dan akhirnya kita sampai ke puncak bukit itu setelah berjalan memutar menanjak mencari jalan aman.
Perjuangan kita belum selesai sampai di situ, kita masih harus ke cek point 2 dan cek point 3 dan lost point. Aku agak lupa gimana perjalanannya, yang jelas lewat semak belukar, yang penuh dengan pohon kecil-kecil dan beberapa pohon besar. Terus sampailah kita di udara bebas (jadi di atas itu ada semacam tempat semak belukar *lagi tapi kita bisa melihat dengan jelas langit, sebelumnya kan kita terhalang untuk menengadah kepala. Hihi. Tapi pemandangannya biasa aja, gak ada yang istimewa. Oke fokus, kita kesini bukan buat cari pemandangan bagus, sunrise atau sunset. Kita kesini buat belajar nemuin titik korban. Oke!. Oke.) Dan aku gapaham, dimana cek point 2 dan 3. Tiba-tiba aja ya, kita udah sampai di lost point. Bener-bener lost point ! Disana banyak bambu lebat. Ya kataku kalau emang beneran sampai ada orang tersesat disitu ya wajar. HT aja buat berkomunikasi susah. Terus setelah kita berkoordinasi dengan SNC kita disuruh mencari referensi titik untuk lost point yang berjarak 40-50 meter dari situ. Yapp, kita akhirnya menemukan tempat yang lumayan landai (bilang aja kita berhasil keluar dari hutan bambu, jadi semak belukar aja dibilang landai).
Next, kita denger dari kejauhan SRU 2. Dan setelah beberapa lama kita denger juga dari kejauhaaan lagi SRU 3 tapi hanya sekilas. Yang paling dekat adalah SRU 2. Akhirnya kita memutuskan untuk bergabung. Awalnya SRU 1 masih diam di tembat yang terbuka (tetep aja bawah jurang) sambil menunggu SRU 2. Tetapi, mereka tidak datang-datang juga, karena medan yang susah. Kemudian kita memutuskan SRU 1 yang mendatangi SRU 2. Oh iya, dari alarm Kak Rizal, sebelum kita memutuskan untuk gabung dengan SRU 2 sudah magrib.
Nah, disinilah detik-detik ketegangan dimulai. Jadi setelah berhasil turun dari jurang dan melewati jurang (beruntung aja sungainya tuh musiman, jadi pas kita ke sana sungainya lagi kering) kita harus naik ke atas bukit tempat SRU 2 berada. Well, kita lewat mana? Bener-bener lewat bibir jurang naiknya. Awalnya Mattau mencoba naik tetapi tidak berhasil dan dia malah jatuh, celananya sobek. Terus, Kak Rizal yang naik. Tetep aja gagal, akhirnya dia memutuskan pake *hole (dengerku sih gitu, tapi kok lubang? Atau lubang buat sepatunya? Entahlah, pokoknya itu semacam tali yang kuat gitu). Kak rizal naik, mudah banget. Oh iya, pohon tempatku berdiri nih, longsor, dan aku mulai kebingungan mencari pijakan sementara menunggu di buatin tangga-tanggaan pake tali-tali itu.
Aku yang udah dibuatin tangga-tanggaan aja masih susah buat naik. Aku gak pernah belajar teknik ini sebelumnya. Aku yang dulu anak PMR waktu SMP pernah turun pake tali, tapi gak diajarin cara naiknya, mana tanah nya licin pula ditambah aku gak pake sepatu lapangan, hanya pake sepatu kets kesayangan (nah inilah salah besarnya, jangan diulangi dan jangan diikuti). Setelah aku mencoba teknik-teknik yang pernah aku pelajari waktu PMR SMP (tentu aja teknik turun, soalnya aku gatau teknik naik), so aku sebisa mungkin naik. Terus sampai lah aku bisa memegang tangan Kak Rizal. Aku disuruh naik, tapi kakiku udah tak ada pegangan lagi, tali yang tadi udah ga tau dimana. Sepertinya Kak Rizal udah mulai keberatan pegang aku. Well ketika itu kakiku udah menggantung bebas, tali entah dimana. Kalau peganganku sama Kak Rizal lepas, udah jatuh ke jurang aku. Modalku waktu itu hanyalah kepercayaan. Aku percaya Tuhan sayang aku dan memberiku keselamatan, dan aku percaya kalau Kak Rizal bakal menolongku, dan gak mungkin aku dilepas, udah gitu aja. Kalau misal jatuh, ya paling lecet, gitu pikirku, dan tanah disana lumayan empuk kok, aku menghibur diri.
Oke, jadi karena tanganku yang dipegang Kak Rizal lama kelamaan mau jatuh, aku berat kali ya (mungkin aku harus diet). Terus tangan kiriku di pegang Kak Halimi (Kita udah dititik pertemuan dengan SRU 2). Waktu perpindahan pemegangan tanganku itu aku cuma bisa berdoa. Jangan jatuh ya Allah, niatku baik. Belajar jadi seorang SAR. Dan modalku waktu itu aku hanya percaya, Tuhan memberiku keselamatan, dan aku bakal bisa naik dibantu Kak Rizal dan Kak Halimi. Jadi sekarang, tangan kananku dipegang kak Rizal dan tangan kiriku dipegang Kak Halimi. Terus mereka menarik kedua tanganku. Aku sempet was-was kalau sendiku putus, tapi alhamdulillah engga. Setelah beberapa jaraknya dari atas, aku memutuskan untuk mereka melepaskan tanganku, dan aku berusaha naik sendiri. Selesai sudah. Aku berhasil naik. Alhamdulillah.
Belum sampai disitu. Si Mattau udah berhasil naik juga (dia mah mudah kan udah tau teknik naik pake tali), dia udah ganti celana juga pinjem punya Kak Halimi. Ternyata golok punya Kak Rizal ditinggal sama si Mattau (dia mah dimana-mana ninggaln golok tiap istirahat, aku yang selalu bawain, tapi kan sekarang, aku posisi udah di atas, aku naik duluan, mau jatuh, mana mikir aku golok dimana). Terus sama Kak Rizal disuruh turun lagi si Mattau. Sama seniornya, nurut deh dia. Setelah turun, dan naik lagi si Mattau, kita melanjutkan perjalanan. Masih di tengah semak belukar dan masih di tengah hutan.
Beberapa saat berjalan, kita sampai pada jalan setapak. Lega pikirku, gak perlu menerabas hutan lagi. Eh, dapet kabar kalau SRU 3 baterai GPS nya mati karena lowbat dan ga bawa baterai cadangan, sedangkan HT juga udah mau lowbat. Dan waktu komunikasi pake HT mereka masih di daerah semak belukar, dan mencari jalan pulang juga dengan sebatas ingatan mereka. Sekarang mereka yang hilang, pikirku. Kak Rizal mencoba terus berkomunikasi. Kak Halimi gak bawa baterai cadangan. Headlamp Kak Rizal dan Mattau mati. Jadi kita ga bisa menyusul mencari SRU 3. Terus SRU 3 juga memutuskan untuk camp di atas aja, katanya logistik dan perbekalan mencukupi. Mereka mau aktifin HT lagi besok jam 7. Dan, akhirnya kita disuruh turun aja sama SNC karena udah semakin malam mulai berkabut (19.05 waktu itu). Mbak Ika berbisik “untung ga kita ya mba yang di SRU 3, coba kalau kita yang masih di atas, cewek sendiri”. Aku juga memikirkan hal yang sama dalam hati (Soalnya aku sama mba Ika dipisah)
Perjalanan turun. Aku kira nih yaa, jalannya udah biasa aja karena udah menemukan jalan setapak. Eh anak-anak MAPAGAMA ini mencari jalur lain yang lebih cepet katanya dengan memotong jalur. Well kita menembus semak belukar, naik turun jurang lagi di tengah malam yang sunyi (mau ada bulan purnama tapi belum full) dan berkabut. Cahaya senter aja cuma tembus beberapa meter. Karena Mba Ika gak bawa senter, kita berjalan beriringan, sambil aku kasih lihat jalannya. Begitulah perjalanan kita, sampai kita udah sampai di kebun warga nih, tapi kenapa turun jurang lagi, aku masih bergidik, turunnya mah gapapa, aku bisa melosot bebas aja, kalau naiknya, aku gak bisa naik lagi gimana?. Nah itu. Setelah menerjang jurang kita berhasil naik, yah walaupun waktu naik tanganku gak pas jadi aku keseleo dikit. Tapi gak aku rasain, yang penting bisa pulang ke bawah waktu itu. Udah kan, kita udah sampai jalan setapak lagi, eh rasa-rasanya mau hujan. Langit udah mendung, tapi Alhamdulillah enggak hujan.
Setelah beberapa berjalan, kita ngelihat deh lampu warga desa terakhir. Rasanya udah seneng banget, udah sampai rumah. Beberapa meter lagi kita jalan akhirnya sampai pada post 1. Jeng-jeng-jeng. Ternyata kita dikerjain sama SRU 3. SRU 3 udah sampai post 1 sebelum kita sampai. Dan ejek-ejekan pun terjadi. Termasuk aku kena ejek juga yang udah panik naik turun jurang. PUKUL 20.10 kita sampai post 1 dan setelah itu memutuskan untuk turun ke Gelanggang setelah berpamitan. Dan Alhamdulillah kita selamat semuanya.
Ada hal-hal menarik yang tak sempat aku dokumentasikan, soalnya kan ini fokusnya buat mencari korban, bukan buat foto-foto, makanya aku mencoba menahan keinginanku yang satu itu, walaupun dalam hati nyesel juga gak foto. Hiks. Hanya sebatas ingatan aku masih mengingatnya apa yang aku temukan. Jadi di atas sana, ada beberapa macam jamur. Aku sempat melihat ada jamur coklat muda, coklat tua, coklat tua dilapis putih pinggirnya, ada yang jamur putih keabu-abuan. Dan yang paling berkesan adalah jamur hitam. Sumpah, bener-bener hitam. Terus nih ya, ada juga berbagai macam lumut, lucu-lucu bentuknya. Selebihnya hanya sebatas semak belukar dan jurang.
Selebih apapun perjalanan ini, bakal menjadi perjalanan yang akan selalu terkenang.
Percaya pada Tuhan, dan teman seperjalanan mengantarkan pada keselamatan.
Terimakasih Tuhan, telah diberi kesempatan melihat indahnya alam yang tak banyak diketahui orang.
Terimakasih untuk hari kemarin, terimakasih untuk perjalanannya.
Terimakasih temen-temen panitia, terimakasih temen-temen MAPAGAMA.
Terimakasih atas pertolongannya. Terimakasih atas waktunya :)
Comments
Post a Comment