ketika aku ingin berhenti melangkah

Aku sudah lelah..
aku tertatih, tak mampu aku mengejarnya.. susah.
Dia berlari, cepat dan begitu cepat..
Sebentar lagi dia akan menghilang..
Ya, menghilang.. dia berhasil menghilang !

Aku tak kuat. Disampingku hanya ada bapak dan ibu. Mereka tersenyum. Dari senyumnya terlihat jelas mereka mendukungku. Aku berjalan pun mereka sudah senang, begitu pikirku..
Aku hanya butuh membahagiakan mereka bukan?
Tapi kaki ini kagi lagi tersandung. Aku jatuh. Bahkan aku bingung, aku tak mengerti apakah aku bisa membahagiakan mereka. Nanti. Kini aku takut. Ketakutan yang amat dalam. Bahkan aku pun sekarang tak berani bermimpi. Aku jatuh, lagi lagi terlalu sering. Aku takut.


Bayangan masa depanku mendadak buram. Semua suram. Bahkan kertas kertas impian yang aku tulis di pohon dinding kosku tak mampu menyemangatiku. Aku takut bermimpi. Teringat nasehat beberapa orang. "Kalo mimpi jangan tinggi tinggi.. kalo jatuh sakit" mungkin hal ini yang aku rasakan, sekarang.

Tapi lantas aku berfikir. Apa gunanya aku dibesarkan di lingkungan seperti ini. Dari SMP SMA hingga ke perguruan tinggi aku masuk ke sekolah sekolah dan universitas favorit. Sejak kecil aku udah ketemu dengan orang orang hebat. Lantas apakah hanya aku terdiam? Allah kasih ini semua buatku tentu buat kebaikanku bukan?

Yaa. Karena mereka, bukan hanya dia. Aku berada dilingkungan sekarang ini. Allah kasih aku di lingkungan semacam ini karena aku mampu. Mampu bersaing dengan yang lain. Aku pantas berada di tengah orang orang hebat itu.

Dan satu lagi. Aku tersadar, aku gak mau melakukan sesuatu karena pamrih. Aku hanya ingin ibuk bapak bahagia. Karena niat itu niat yang paling tulus yangbada dihatiku untuk saat ini. Aku belum bisa memantaskan diri untuk suamiku kelak. Maaf. Terlalu sulit, dan bagiku itu masih menjadi niat yang salah. Karena aku yakin, ketika aku berhasil bahagiain kedua orang tuaku, pasti mereka akan memberikan doa terbaik. Termasuk untuk menantunya. 

Aku lelah ngomongin jodoh. Aku lelah dengan kata "memantaskan diri" niatku masih salah. Bagiku sekarang yang terpenting adalah membuat kedua orang tuaku bahagia. Mereka tak pernah menuntut, dan mereka akan menghargai usahaku. Dan aku menikmati setiap jalanku, bukan sebatas ambisi seperti yang aku lakukan sebelumnya. Bukan itu. Niat tulus dan murni. Melihat senyum bahagia  menggembang di bibir ibuk sama bapak. Cuma itu, engga lebih.

Comments