hari pertama di Makassar

Kota Makassar, menjadi sebuah teka teki tersendiri bagiku. Satu kata sederhana. Simple. Tidak beribet dan tentu saja istimewa. Makassar. Pernah dulu aku bercerita dengan kakakku, kemana aku akan tinggal ketika sudah besar nanti. Dengan polos waktu itu, aku bilang aku akan ke Borneo. Yah, Borneo merupakan tempat yang sangat aku kagumi, entah kenapa, ingatan waktu aku duduk di bangku kelas 2 SD masih berbekas. Borneo merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan hutannya sebagai paru-paru dunia. Aku ingin kesana, punya laboratorium dalam hutan, dimana ada rumah dalam tanah dan ada pula rumah pohonnya. Itu dulu.

Tapi, kau tau apa kata kakakku waktu itu? Aku bukan ke Borneo, tapi aku bakal ke Sulawesi, tapi masih di  bagian bawah. Sulawesi? Hanya sosok Jusuf Kalla dan binatang lucu koala yang terlintas waktu itu. Kemudian samar-samar terbayang orang-orangnya yang kasar. Aku terdiam. Apa maksudnya? Aku mencoba bertanya? Kakakku tak juga menjelaskan seperti yang kuharapkan. Apakah seperti itu?

Waktu mulai berselang.
Kini aku mengijakkan kakiku di salah satu sudut Pulau K, tak lain tak bukan Pulau Sulawesi. Bukan mimpi. Ya, aku disini. Kemarin aku mencoba mengikuti lomba Karya Bakti Ilmiah LPM Penalaran UNM Makassar, dan Alhamdulillah aku lolos sehingga, hari ini aku bisa menginjakkan kakiku disini, untuk sedikit berbakti padamu Negeri.

Aku berada di ujung pulau itu. Hangat. Penyambutan yang hangat oleh panitia KBI Nasional sehangat suhu di kota ini. Pertemuan pertama yang menyatu. Mereka menjemputku di Bandara Sultan Hasanudin dan membawaku langsung ke penginapan. Dalam perjalanan mereka banyak becerita, aku mendengarkan sekaligus melihat pemandangan luar. Entah, aku tak pernah bermimpi, tak pernah pula berkhayal. Tapi ini kota aku merasa familiar.

Sampai di penginapan, aku lagi-lagi diperlakukan secara sopan. Aku diterima halus, seakan aku ini tamu besar. Aku malu. Aku merasa aku belum pantas diperlakukan seperti itu. Kemudian aku bertemu dengan LO-ku, Firdayanti Firman, aku memanggilnya Epy. Lebih simple katanya. Awal bertemu, sikap riangnya sudah dipertunjukkan. Aku suka.

Coto. Karena kami belum makan dari tadi pagi, Kami dibelikan coto oleh panitia, sebagai hidangan pembuka tiba di Makassar. Coto merupakan makanan asli Makassar. Rasanya gurih karena banyak menggunakan santan kental. Selain itu rempahnya yang   begitu bayak sangat menyergak tenggorokan. Aku yang tidak suka makan santan dan rempah merasakan keganjalan dalam memakan coto ini. Tapi aku menikamati daging sapi dan ketupat didalamnya. Prosesi makan coto yang aneh mereka bilang, karena aku tak mengambil bagian santannya.  Aku suka coto, tanpa kuah dan jeroan !

Setelah merasakan salah satu makanan khas Makassar, aku lantas di ajak ke salah satu tempat terkenal di Makassar. Pantai Losari. Tapi aku tidak ke pantai itu, aku hanya mampir untuk sholat di Masjid terapung di pantai Losari. Jadi masjid itu terapung di atas laut. Masjid itu megah. Jamaahnya juga banyak. Lokasi yang strategis ditambah keunikan masjid ini menjadikan tempat ini ramai dikunjungi oleh wisatawan.

Kemudian aku dan rombongan di ajak ke Baruga Walikota. Untuk menikmati opening ceremony.
Suasana ituuu....

Aku benar-benar merasa menjadi seorang tamu kehormatan. Tak pernah aku disambut seperti ini sebelumnya. Penyambutan oleh penerima tamu dengan pakaian adat sana, tarian tarian dan sambutan hangat dari Rektor Universitas Negeri Makassar. Merinding hati ini, merasakan penyambutan itu. Aku merasakan beban yang begitu dalam. Di atas pundakku beban itu, aku disini membawa nama universitasku. Universitas yang aku sendiri tak pernah merasakan aku ini di dalamnya. Masih begitu istimewa bagiku. Masih belum mampu aku memegang nama itu. Ya, kini aku dipertaruhkan untuk membawa nama baik itu bersinar, tak lagi untuk sebuah kemenangan, akan tetapi sebuah pengabdian yang bermanfaat untuk masyarakat daerah pedalaman. Desa Benteng, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros lebih tepatnya.



Penyambutan ini, benar-benar menjadikan aku tersadar, aku disini tidak sekedar untuk jalan-jalan, tetapi tak lain tak bukan adalah sebuah pengabdian.



ini merupakan foto yang aku dapat dari FB kak Soma Salim (yang memakai baju merah, tengah) beliau adalah ketua LPM Penalaran UNM. 

Foto ini diambil ketika selesai opening ceremony di Baruga Walikota Makassar. Rektor UNM berada ditengah-tengah finalis KBIN 2013 mengenakan batik coklat.

Dari kiri ke kanan
atas : aku, kak Fahrur dari UB, kak Azul dan kak Udin dari UNAIR, Pak Rektor, Kak Soma dari UNM, kak Sigit dan kak Latif dari UNDIP, kak Sarah dari UGM, Putri dari UNY, kak Alfi dari UGM.
bawah : kak Ulta dari UNESA, kak Dina dari UNAIR, kak Septi dari UNESA, Erlis dari UB, Kak Ika dan kak Ninda dari UGM,  dan kak Tika dari UNESA.

Comments