Utiii, simbah putri

Simbah putri. Rasanya baru kemarin aku bercanda denganmu. Rasanya baru kemarin aku ditemani ngerjain tugas sambil nyuri wifi di bagian barat rumahmu. Rasanya baru kemarin aku paksa engkau menghabiskan segelas susu. Rasanya baru kemarin aku diberi waffer,dan aku tak menerimanya. Aku cuma membuka satu bagian dan menghabiskan semuanya. Habis, bersih, sendiri. Masih terlihat jelas ekspresi wajahmu seolah kaget aku dapat menghabiskan satu bungkus wafer itu seorang diri. Jelas.

Masih tampak pula kerutan itu di pipinya, kerutan itu selalu terlihat terkala tersenyum. Termasuk ketika aku ikut nimbrung bakar ketela di belakang rumahnya. Ekspresi itu selalu muncul kalau aku ikut melakukan kegiatan bersamanya. Ekspresi bahagia. Ekspresi itu juga muncul, ketika aku dan kakakku mencoba menjadi koki dadakan untuk keluarga besar, takala om-tante ku tak ada dirumah. Yap, aku dan kakakku menjadi chef berdua. Senyum itu masih tampak, senyum geli melihat tingkah kami. Gimana engga geli, sayur bayam punya siapa diambil aja, masak dari hari kehari bisanya cuma sop. Bumbu ala kadarnya. Tapi kebersamaan seperti itu yang susah dilupakan.

Ketika simbah sakit, kadang orang rumah sampai jengkel. Bagaimana tidak? rumah sakit udah jadi rumah kedua pagi simbah. Bukan, BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat)  rumah keduanya, dsaan RST menjadi rumah ketiganya. Sering banget uti bermalam disana.

Ya Allah, kadang aku merasa kasian, begitu berat penyakit yang diderita utiku. Tapi utiku selalu bersabar, tak pernah sedikitpun beliau mengeluh. Tak pernah. Kau tau teman, aku baru kena gejala asma aja seseknya udah minta ampun. Paru-paru ini rasanya pengen meledak. Itu aku, baru sakit biasa. Utiku? Subhanallah banget aku bisa katakan, beliau hebat. Beliau awalnya terkena bronkhitis kronis, kemudian akhir-akhir ini beliau terkena TBC. Untuk usia sesepuh itu, dengan daya tahan seperti itu, aku bisa bilang, beliau hebat. Hebat,

Fisik seperti itu tak membuat utiku bermalas malasan, aku malu. Aku malu dengan diriku. Fisik yang lemah dari utiku, masih sering dipake bekerja. Ke sawah, atau melakukan hal-hal yang engga perlu dilakuin, misalnya bungkusin roti atau yang lainnya. Dan terkadang, kalau jatuh sakit lagi, membuat anak-anaknya kesal. Dan utiku hanya tersenyum menenangkan mereka, tak pernah mengeluh lagi-lagi.

Utiku, kasih sayang yang kau berikan juga lebih dari cukup. Kau selalu menawarkan kami makanan. Kau selalu memberi kami uang jajan. Walaupun kini aku sudah besar, kau masih meberikan jatahku, juga untuk kakakku. Biar adil katanya. Sebenarnya membuat utiku bahagia itu mudah. Iya, aku datang kerumahnya dan aku makan disana. Senyum sumringah itu pasti keluar dari bibirnya.

Atau kamu mau buat mie? Mau goreng telur? Mau masak ikan? Mau numis? Mau goreng tempe tepung? Pasti utiku bilang "ya". Dan pasti bakal membantu meracik bumbu ditengah sendi jari-jari tuanya.

Dikala utiku masih dijualan di pasar itu, ketika aku main kewarungnya. Kalau engga sandal, payung, atau malah sabun berhasil aku bawa. Lagi lagi utiku hanya tersenyum. "Meh gawe apa meneh el?" (Mau buat apa lagi el?). Buat koleksi kataku waktu itu. Tak pernah marah kepadaku.

Dan yang aku suka pada utiku, sekaligus mengingatkanku pada janji kemarin idul fitri. Ketika sungkeman itu, Beliau berpesan, aku harus bisa menjadi seroang yang sholehah, aku harus bisa membahagiakan kedua orang tuaku, apa yang aku cita-citakan terkabul, aku harus menjadi seorang yang berguna. Aku tak menyangka, itu sungkeman terakhir bersama utiku. Dan alhamdulillah, ramadhan ini utiku puasa satu bulan full. Padahal biasanya pasti sakit. Nanti membayar fidyah. Tapi tahun ini engga, dan lebaran ini utiku juga engga sakit sama sekali, padahal biasanya engga. Utiku tahun ini benar-benar mendapatkan hari kemenangannya di Idul Fitri. Subhanallah :)

Tentang apa yang aku janjikan, Aku berjanji pada utiku, kelak, kalau aku udah menjadi orang sukses aku mau naik haji bersama utiku. Senyum itu, lagi lagi... Kalau inget ini, rasanya belum rela utiku pergi sekarang, kita belum kesana bareng..

Tapi, kepergian utiku pasti udah menjadi yang terbaik. Aku ikhlas, aku yakin utiku udah punya banyak bekal. Bekal itu udah lebih dari cukup. Alhamdulillah juga, pertemuan terakhir aku dengan utiku, ketika aku pulang dari Lomba Karya Bakti Ilmiah yang diselenggarain di Makassar kemarin. aku membawa sesuatu yang belum aku raih sebelumnya, Juara III Nasional, sesuatu yang menurut utiku itu luar biasa. Karena apa, karena aku adalah salah satu cucunya :D

Pertemuan itu juga yang membuat aku ikhlas utiku pergi. Setidaknya aku telah memunculkan senyum bahagia penuh makna itu di bibir manisnya :)

Selamat jalan simbah putri..
Semoga amal ibadahmu diterima disisi-Nya..
Semoga kamu mendapatkan tempat peristirahatan seindah surga,
Surga telah menantimu, utiku :)

Lily janji, lily bakal jadi cucu yang lebih baik lagi..
Nurut sama ibuk bapak, sama nasehat simbah juga ...
Lily pasti adi orang yang berguna, Lily janji :)

Comments